Langsung ke konten utama

Berbakti pada Orang Tua: Renungan Diri

Siapa sih yang tidak ingin berbakti pada orang tua? Saya yakin semua orang sangat ingin menghaturkan baktinya pada orang tua, yang telah demikian berjasa pada hidup kita. Mulai dari dalam kandungan, lahir, anak-anak, hingga kita dewasa sekarang tak lepas dari jerih payah, pengorbanan dan air mata mereka.


Masa kecil saya, sampai besar tinggal di daerah berbukit, agak panas dan kering. Mungkin itu juga berpengaruh pada watak saya yang keras dan sukar diarahkan. Saya mempunyai cara hidup sendiri, tidak suka diatur, juga cenderung cuek. Sampai usia tujuh belas tahun, saya merasa tidak banyak orang yang dapat melunakkan hati saya. Termasuk ibu saya.

                Sumber foto: edumor.com

Ibu saya adalah seorang asisten perawat di salah satu Rumah Sakit Swasta di Yogyakarta. Karena profesinya tersebut, saya praktis diasuh oleh nenek (ibunya ibu). Sistem kerja yang dibagi dengan shift, membuat ruang bertemu kami tidak banyak. Ditambah jarak antara rumah dan Rumah Sakit tempat ibu bekerja jauh. Tujuh belas kilometer sekali jalan, berarti tiga puluh empat kilometer pergi pulang, memang bukan jarak yang dekat. Belum jika musim penghujan, motor ibu sering mogok karena menggunakan motor tua.


Ingatan tentang ibu ketika sekolah dasar, hanya saat beliau memanggil nama saya untuk disuruh pulang dari main untuk makan, atau mandi saja. Semakin beranjak remaja, saya sering pulang terlambat. Berkumpul bersama teman-teman, sekedar nongkrong di halte bus, atau melihat lalu lintas kendaraan menjadi kegiatan pembunuh waktu. Tetapi orang tua saya terlebih ibu, tidak pernah menegur untuk kebiasaan pulang terlambat tersebut.


Di rumah, kebanyakan waktu saya habiskan dengan mendengarkan musik, membaca, atau menulis diari. Di jam belajar, Bapak saya selalu meluangkan waktunya untuk menemani belajar. Saya ingat betul Bapak selalu berada di dekat kamar saya, sibuk membaca buku, atau jika lelah, hanya tiduran saja. Tidak pernah Bapak menonton televisi saat jam belajar. Maka, saya lebih dekat dengan Bapak karena perhatian spesial tersebut.


Kembali tentang ibu... Ketika remaja sampai dewasa, baru saya merasakan peran seorang ibu. Setiap ujian nasional, baik saya maupun adik, ibu selalu menyempatkan untuk mengambil cuti. Ibu adalah seorang yang demokratis menurut saya. Lebih memberi saya dan adik ruang untuk berkegiatan. Mengajari kami kemandirian sejak kecil, pun dalam memecahkan masalah. Ibu selalu mengingatkan kalau kami harus bisa tidur dimana saja (sekarang saya tahu hal tersebut membuat kami survive dalam keadaan apapun).

majalah-elfata.com

Sedang Bapak, melatih saya dan adik, yang hanya dua bersaudara untuk hidup jujur. Membuat jadwal harian dan mempersiapkan segala hal agar tidak tergesa-gesa saat hari H adalah warisan dari Bapak. Semakin dewasa, saya merasakan bahwa Bapak merupakan contoh hidup yang saya gunakan untuk mencari pendamping hidup. Mungkin kebanyakan anak perempuan begitu ya?


Petualangan keras kepala saya berakhir ketika usia sekitar tujuh belas tahun, adik saya memutuskan untuk bersekolah di Seminari (sekolah untuk para calon Pastor). Praktis saat itu saya menjadi anak tunggal bagi orang tua. Adik saya tinggal di asrama Seminari, yang pada satu bulan pertama tidak diperbolehkan memperoleh kunjungan. Hal tersebut merubah saya. Membuat saya lebih bertanggung-jawab terhadap keluarga. Saya juga memilih bekerja di rumah, saat orang tua membutuhkan anak yang dapat diajak berunding menyelesaikan masalah keluarga.


Saya tidak merasa “menyesal” atas keputusan tersebut. Padahal banyak sekali tawaran berdatangan dari Excecutive Chef tempat saya On the Job Trainning di Solo, Chef de Partie yang menawarkan pekerjaan di luar negeri, sampai tawaran dari seorang sahabat untuk bekerja merantau di Kalimantan. Saya menolak, karena merasa bertanggung-jawab terhadap keluarga.


Ketika sekarang saya menikah dan mengikuti suami, orang tua juga tidak berusaha memaksa saya tinggal di rumah orang tua. Meski terkadang saya juga mencemaskan mereka. Saat mereka lelah, sakit, atau membutuhkan bantuan, saya tidak dapat berada di samping mereka. Satu jam perjalanan menggunakan motor, adalah jarak antara rumah yang saya tinggali dengan rumah orang tua. Medan tempuh yang berkelok, turunan dan tanjakan curam membuat saya tidak dapat setiap saat bisa datang ketika mereka membutuhkan.


Sekarang mungkin orang tua masih bisa tanpa saya. Tetapi sepuluh atau lima belas tahun lagi saya pikir akan berbeda situasi dan kondisinya. Saya mulai memikirkan cara agar dapat lebih dekat dengan orang tua. Mengajari ibu untuk menggunakan gawai. Awalnya jadul, setidaknya bisa telepon atau sms. Lalu mulai berlanjut dengan smartphone yang bisa digunakan untuk WA. Lumayanlah sedikit mengobati rindu. Tetapi karena ibu orangnya teledor dan pelupa, seringkali gawai menghilang entah kemana.

pendidikanorangtuadananak.blogspot.com

Saya menjadi berpikir lagi. Bertanya pada teman dan sahabat, siapa tahu mendapatkan ide. Beruntung, saya mendapat saran dari salah seorang teman untuk memantau rumah orang tua dengan CCTV. Seperti mendapat pencerahan, saya mendapat salah satu solusi. Tetapi saya agak ragu dengan harganya. Kalau tidak terjangkau, sama saja bohong, kan?


Maka dari itu saya mulai mencari informasi tentang penyedia CCTV  beserta harganya. Pada saat itulah saya menemukan Digna.co.id. Digna CCTV melayani penjualan dan pemasangan CCTV serta produk lain seperti: alat-alat IT, projector, mic, speaker, dan lain-lain. Untuk harga, saya terkejut. Ternyata kisaran harga CCTV mulai dari 400K-500K sampai 1.800K. Benar-benar terjangkau untuk manfaatnya yang terhitung sangat besar.



Digna CCTV beralamat di Jalan Kaliurang Km 7,6 GG Mbakalan No. 85B, Yogyakarta 55581. Cocok nih, masih area Jogja juga ternyata. Selain online dan offline, ternyata Digna juga melayani COD lho! Wow, benar-benar memudahkan pembeli. Silakan buka Digna.co.id atau hubungi 0274-885778 / 08571-9580052 atau COD: 0813-16558879 untuk pemesanan dan informasi lebih lanjut.



Ketika saya mempelajari Digna.co.id, saya mendapat banyak informasi. Ternyata pemasangan produk Digna tidak hanya berkisar di wilayah Yogyakarta saja, namun sampai luar kota, bahkan luar pulau. Yang tadinya setahu saya hanya dipasang di tempat seperti mall, kantor, pabrik ternyata di kompleks perumahan, traffic light, pasar juga ada. Kegunaan CCTV pun tidak hanya untuk masalah keamanan, namun juga sebagai alat pemantau orang yang berada di sekitar tempat pemasangan. Bisa bayi yang ditinggal bersama babysitter, orang tua yang lanjut usia, bahkan yang sakit.



Nah, mulai sejak itu saya merasa tenang. Saya menemukan salah satu cara untuk lebih dekat dengan orang tua. Karena keamanan dan kenyamanan tidak hanya melulu didapat saat berada di lingkungan militer, airport, kantor, dan lain-lain tetapi juga bisa kita ciptakan dalam rumah. Bagaimana menurut pendapat Anda?





Komentar

  1. Semua serba modern, dan mudah. Begitu juga dgn pemanfaatan cctv

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bu Rina, ada pergeseran penggunaan dari CCTV

      Hapus
  2. Di lingkungan saya di Jakarta pemasangan cctv sudah mulai meluas Mbak..
    Waktu ini ada tetangga, ibu sepuh, tinggal sendiri, pas pergi kemalingan..Bisa diusut polisi lewat cctv tetangga depan rumah. Untung pas beliau enggak ada, jadi cuma harta yang hilang.

    Setelahnya, anaknya jadi pasang cctv juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu manfaat CCTV, sebagai barang bukti. Meski tidak selamanya mencegah kejahatan, setidaknya kita berusaha memperkecil peluang.

      Hapus
  3. Setuju, keamanan adalah yang utama.

    BalasHapus
  4. Runah orang tua saya juga pasang Cctv. Kalau di mertua ini sudah kami bujuk juga untuk pasang mengingat pernah terjadi percobaan pencurian juga. Memang zaman skrg cctv bukan barang wah lagi kok tapi memang benar untuk keamanan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh... Semoga dapat meminimalisir kemungkinan yg terjadi kejahatan ya mbak!

      Hapus
  5. Kini banyk masyarakat yang menggunakan cctv untuk memantau rumah

    BalasHapus
  6. semakin canggih teknologi, jadi semakin tenang saat meninggalkan rumah. Untuk Ibu yang bekerja juga tetap bisa memantau anak lewat CCTV :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Sekarang kalau hanya modal percaya, sepertinya kok kurang aman.

      Hapus
  7. Banyak sekali memang manfaat CCTV, mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak... Yah, setidaknya sudah lebih bisa memantau orang tersayang. Hihihi

      Hapus
  8. Saya juga suka kepikuran sama orangtua yang pastibada kalanya sendirian di rumah. Dan sedang mempertimbangkan juga pemakaian cctv ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kegalauan terbesar seorang anak tunggal kala orang tua sudah lanjut usia mbak. Semoga mendapat cara terbaik untuk lebih dekat dengan mereka mbak!

      Hapus
  9. ketua RT saya sudah memasang CCTV di ujung² jalan. Nah, tetangga yg minat boleh sekalian ikutan. Tetangga kiri kanan depan udah ikut. Sementara ini saya nebeng terpantau aja (mudah²an ikut terpantau)...hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, lumayan itu mbak. Kan bisa nebeng dulu. Tetapi lebih aman dan nyaman. Hihihi

      Hapus
  10. Kalau kita tinggal jauh dari orang tua memang agak khawatir dengan keberadaan mereka, ya. Inginnya bisa memantau terus. Untung ada CCTV, pasti akan sangat membantu sekali, ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Soalnya jauh dan Medan tempuh tidak mudah.

      Hapus
  11. Salut untuk mba Rini, tetap menempatkan orangtua sebagai prioritas utama. Sehat selalu untuk kedua ortu ya mba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah, itu salah satu pilihan hidup saya mbak Bety... Selama masih bisa melakukan yang terbaik untuk orang tua, ya kenapa tidak? Terima kasih mbak Bety...

      Hapus
  12. Di lingkungan perumahan tempat saya tinggal juga sedang mempertimbangkan pemasangan cctv mengingat akhir-akhir ini ada beberapa kejadian berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan lingkungan. Terimakasih mbak Septa atas informasinya ini๐Ÿ˜ƒ

    BalasHapus
  13. Saya juga punya rencana punya cctv...apalagi kalau jarak jauh seperti itu...tidak mungkin bolak balik pulang ke rumah ibu..apalagi kalau sibuk

    BalasHapus
  14. Saya juga punya rencana punya cctv...apalagi kalau jarak jauh seperti itu...tidak mungkin bolak balik pulang ke rumah ibu..apalagi kalau sibuk

    BalasHapus
  15. Wah sangat menarik Mbak Eli, eyang putri saya juga di rumahnya dipasang CCTV. Selain untuk keamanan, kami juga bisa melihat pantauannya kalau sedang kangen :)

    BalasHapus
  16. Setiap kali mendengarcwrita tentang ibu, air mata selalu meleleh. Hiks
    Ide bagus mbak untuk pasang cctv.. Selain tahu kondisi ortu bisa juga sebagai pengaman rumah ya

    BalasHapus
  17. Wah, ide baguseya pemasangan CCTV. Dulu sy pernah berniat pasang waktu pakai jasa ART. Tapi itu dulu, skrg sy sudah gak punya ART. Hehe. Tapi awal ceritanya bagus, ttg orangtua. Pas dengan antologi yg sedang sy kerjakan ๐Ÿ˜ธ๐Ÿ˜ธ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, asyeek besok berarti bisa baca tentang proyeknya mbak. Hihihi

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Cerpen WS. Rendra "Kenang-kenangan Seorang Wanita Pemalu"

Judul Buku: Kenang-kenangan Seorang Wanita Pemalu Penulis: W.S. Rendra Tahun terbit: Maret 2017 (cetakan I) Penerbit: PT Bentang Pustaka Jumlah halaman: 198 halaman ISBN: 978-602-291-279-8 Siapa sih yang tidak mengenal W.S. Rendra? Salah seorang pujangga besar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Beliau lahir di Kota Surakarta, 7 November 1935 dan meninggal di Kota Depok pada tanggal 6 Agustus 2009. Sebenarnya Rendra lebih terkenal karena sajak-sajaknya. Namun mengulik cerpen-cerpennya yang dimuat di Majalah, adalah hal yang tidak kalah menarik. Di sebuah cerpen karyanya berjudul: " Kenang-kenangan Seorang Wanita Pemalu", W.S Rendra mengusung tema percintaan yang agak tragis dan menyakitkan. Cinta manis dan membahagiakan ternyata tidak memihak pada seorang pemuda bernama Ahmad Karnaen serta tokoh utama perempuan yang tidak disebut namanya. Apakah mereka bertepuk sebelah tangan? TIDAK. Mereka saling mencintai satu sama lain. Namun kenyataan membuat jalan takdi

Menerima Ke-tua-an dan Ke-sakit-an

Setiap orang yang hidup di dunia, pasti akan mengalami tua dan sakit. Saya rasa semua orang setuju dengan pernyataan tersebut. Namun, yang membedakan adalah respon tiap-tiap orang setelah mengalami hal tersebut. Ada orang yang bisa dengan lapang dada menerima, namun ada pula yang menolaknya. Kebetulan dirumah orang tua saya, ada dua nenek yang perlu dirawat. Satu nenek, ibunya ibu mempunyai riwayat hipertensi. Diagnosa dokter, nenek mengalami jantung bengkak juga kadar gula darah agak tinggi. Sebenarnya setiap bulan terkontrol karena rutin melakukan cek (Posyandu balita dan lansia dijadikan satu di hari yang sama). Namun yang membuat tetap tinggi tekanan darah dan gula darahnya adalah pola hidupnya.              Sumber Foto: hellosehat.com Tindakan pencegahan sebenarnya sudah dilakukan oleh ibu saya. Seperti memberlakukan diet garam dan gula, termasuk santan serta bahan makanan yang sekiranya memicu sakit nenek. Namun karena nenek orangnya keras kepala, jadi tidak banyak memban